BERWISATA tidak harus selalu menikmati keindahan alam atau sekadar menikmati hidangan lezat. Ada bentuk wisata yang sudah sejak lama dilakukan masyarakat bahkan ada yang menjadi bagian tradisi, yakni wisata religi, seperti berziarah atau mengunjungi makam seorang tokoh, pahlawan, maupun raja-raja.
Bila mengunjungi makam raja, selain berziarah, Anda tidak hanya mendapatkan sisi religiusnya, tetapi juga mendapat kisah dan sejarah sekaligus menikmati arsitektur bangunan makam. Seperti halnya di makam Raja Ali Haji, Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.
Makam Raja Ali Haji (RAH) terdapat di Pulau Penyengat Indera Sakti, Kepulauan Riau. Pulau Penyengat merupakan pulau yang berjarak sekitar 6 kilometer di seberang kota Tanjung Pinang, ibu kota Kepulauan Riau.
Di pulau ini terdapat beberapa kampung dengan peninggalan pada masa Kerajaan Melayu Riau Lingga. Pergi ke Pulau Penyengat berjarak tempuh sekitar 20 menit dari Dermaga Tanjung Pinang menggunakan perahu motor kecil atau yang disebut dengan pompong. Untuk menaiki pompong, dikenakan biaya Rp 5.000-Rp 10.000 per orang. Atau jika ingin menyewa, dikenakan biaya sebesar Rp 80.000 per pompong yang akan membawa penumpang pergi-pulang.
Untuk mengelilingi pulau ini, pengunjung dapat menggunakan becak motor (bemor) yang dapat disewa dengan harga Rp 20.000. Di Pulau ini, pengunjung tidak akan menemukan mobil atau kendaraan sejenisnya.
Nama Pulau tempat makam RAH bernaung, Penyengat, selalu dikait-kaitkan dengan nama besar sang pujangga besar nusantara tersebut. Oleh masyarakat Melayu, khususnya di semenanjung Malaka, nama ini dianggap sebagai pahlawan besar yang layak diagungkan dan dimonumenkan.
Nama lengkap Raja Ali Haji adalah Raja Ali al-Hajj ibni Raja Ahmad al-Hajj ibni Raja Haji Fisabilillah bin Opu Daeng Celak alias Engku Haji Ali ibni Engku Haji Ahmad Riau. Dia dilahirkan pada tahun 1808 M/1193 H di pusat Kesultanan Riau-Lingga di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau, dan meninggal pada tahun 1873 M di pulau itu juga.
Pulau Penyengat sebagai tempat kelahiran RAH memiliki arti khusus dalam pembentukan kepribadiannya. Di pulau inilah dia mendedikasikan pengetahuan kepada suluruh masyarakat Riau, dan kemudian menyebar ke seluruh wilayah Nusantara. Konon, sebelum dijadikan pusat kerajaan, Penyengat dikenal sebagai pulau yang sering dikunjungi oleh para nelayan atau pelaut yang ingin mencari air bersih. Pada suatu waktu, saat mengambil air, seorang di antara mereka dikejar-kejar oleh sejenis hewan yang punya alat sengat. Sejak saat itulah pulau ini oleh masyarakat sekitar disebut sebagai Pulau Penyengat. Selain itu, Penyengat juga dikenal sebagai Pulau Mas Kawin. Menurut legenda masyarakat Melayu, pulau ini dihadiahkan Sultan Mahmud Marhum Besar, Sultan Riau-Lingga periode 1761-1812 M, kepada Engku Putri Raja Hamidah, sebagai mas kawin untuk meminangnya.
Karena jasanya yang begitu besar, maka pada tanggal 10 November 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada RAH, pada saat peringatan Hari Pahlawan 10 November di Istana Negara, Jakarta.
Pulau Penyengat yang hanya memiliki lebar sekitar satu kilometer dan panjang sekitar dua sampai tiga kilometer ini juga terdapat puluhan situs bersejarah peninggalan sultan, entah itu berbentuk istana, gedung mahkamah, tempat mandi, gedung tabib, masjid, ataupun makam termasuk di dalamnya Makam Raja Ali Haji sendiri. Beragam situs bersejarah yang menyebar di pulau ini seolah terangkai dalam satu kontinum yang menggambarkan kebesaran sejarah kerajaan Malayu Riau.
Kompleks makam Raja Ali Haji terkesan sederhana, terletak di kaki bukit kecil yang dikelilingi oleh pohon rindang ambacang, mengkudu, dan jambu. Ada beberapa bangunan di kompleks pemakaman ini, di antaranya sebuah masjid mini, berkubah, dan bermihrab. Dinding-dindingnya didominasi warna kuning dan sedikit warna hijau, dengan jendela bulat layaknya jendela kapal. Di dalam bangunan utama ini terdapat cuplikan “Gurindam Dua Belas”. Makam Raja Ali Haji sendiri terletak di luar bangunan utama dengan naungan atap berwarna hijau. Tidak adanya dinding penyekat yang menutupi makam seolah membiarkan para peziarah masuk dan melihat secara lebih leluasa. Dua nisan di atas makam ini dibungkus rapi oleh kain berwarna kuning, mirip seperti cara membungkus jenazah saat prosesi penguburan. Mengamati detail makam ini, pengamat akan segera menangkap tulisan di atas makam yang berbunyi: “Raja Ali Haji, Terkenal, Gurindam XII”.
Sebenarnya dalam kompleks ini terdapat banyak makam para Raja Kesulatanan Riau Lingga yang bersanding sisi dengan makam Raja Ali Haji. Makam permaisuri terletak di bangunan utama, sedangkan makam raja laki-laki, seperti Raja Ahamad Syah, Raja Abdullah Yang Dipertuan Muda Riau-Lingga IX, dan Raja Ali Haji sendiri terdapat di luar ruangan. Makam Engku Putri Raja Hamidah yang secara simbolis merupakan pemilik mas kawin Pulau Penyengat dari Sultan Mahmud Marhum Besar, terdapat di dalam ruang utama. Selain itu, masih terdapat banyak makam orang-orang yang punya hubungan kekerabatan kerajaan di luar pagar kompleks makam.
Melongok makam RAH mungkin akan menimbulkan kesan unik bagi pengunjung. Pasalnya, meski secara resmi dikenal sebagai kompleks makam Engku Putri Raja Hamidah, pengelola makam sengaja menonjolkan atribut formal untuk penghormatan terhadap Raja Ali Haji. Lihat saja, dua baliho yang merujuk pada kebesaran sang pujangga: “Raja Ali Haji Pahlawan Nasional Bidang Bahasa Indonesia” dan sebuah lagi, “Raja Ali Haji Bapak Bahasa Melayu-Indonesia, Budayawan di Gerbang Abad XX”. Mungkin hal ini dimaksudkan sebagai penghormatan terhadap tokoh besar Nusantara (RAH) yang ditabalkan oleh Keppres RI Nomor 089/TK/2004 sebagai Pahlawan Nasional, tanpa menafikan penghormatan terhadap raja-raja lain dalam makam ini.
Bila masih belum puas mengunjungi makam RAH, pengunjung dapat melanjutkan perjalanan wisatanya di pulau kecil ini. Di antaranya adalah Istana Kedaton tempat Sultan Riau-Lingga terakhir tinggal; Istana Bahjah tempat tinggal Raja Ali Kelana, Gedung Hakim Mahkamah Syariah Raja Haji Abdullah dengan tiang-tiang kukuh menyerupai bangunan Yunani kuno, Gedung Tabib, bekas tempat praktek Engku Haji Daud, tabib kerajaan, dan Perigi Kunci, tempat mandi putri istana. Selain situs-situs sejarah ini juga masih terdapat situs lain di antaranya makam Yang Dipertuan Muda Riau IV Raja Haji Fisabilillah, Tapak Percetakan Kerajaan, Benteng Bukit Kursi, Makam Embung Fatimah di Bukit Bahjah, dan Bukit Penggawa. Daftar situs-situs sejarah ini tercatat rapi pada katalog wisata yang dijajakan penduduk kepada para wisatawan saat mengunjungi Pulau Penyengat.
(uky)