Malang betul Narcissus. Tokoh dalam mitologi Yunani ini meninggal gara-gara mengagumi bayangan dirinya yang terpantul di permukaan danau sampai lupa makan. Ah, andaikan ia hidup di masa kini, ia bisa mengagumi diri-sendiri tanpa harus lupa makan. Pasang saja cermin di ruang makan atau malah di sekujur rumahnya.
Ya, mencari cermin di zaman kiwari sangat gampang. Soalnya, ia menjadi benda tak terpisahkan, utamanya bagi kaum hawa yang suka bersolek. Tak heran manakala ada produsen telepon genggam yang mendwifungsikan layarnya, salah satunya sebagai cermin. Dibandingkan dengan lensa atau kaca tembus pandang, cermin memiliki lapisan logam pada salah satu sisinya.
Sebelum sampai pada bentuknya yang sekarang, manusia telah mencoba berbagai bahan dan cara. Salah satunya dari batu obsidian asah yang bisa dilihat di Museum Arkeologi Konya dan Museum Peradaban Anatolia di Ankara, Turki. Sedangkan di zaman Romawi dan Abad Pertengahan di Eropa berupa lempengan logam - perunggu, timah, atau perak. Cermin-cermin itu memantulkan sinar dari permukaannya yang diasah halus-halus.
Sekitar akhir abad ke-12, para pandai kaca di Venesia mulai mengembangkan campuran timah dan air raksa yang bisa memantulkan bayangan. Para empu cermin di Venesia itu mendirikan serikat kerja pada 1569, yang keanggotaannya ditandai dengan kaca silinder tiup yang diratakan, diasah, dan dilengkapi lembar pantul dari campuran timah dan air raksa. Pada pertengahan abad ke-17, keterampilan membuat cermin dari kaca yang dilapisi ini menyebar ke London dan Paris.
Di akhir abad ke-17, cermin telah menjadi karya mahal. Ia menjadi penghias Istana Versailles. Tidak lagi telanjang, tapi berbingkai. Bahkan, bingkai cermin justru menjadi penanda zaman. Bahan bingkai merentang dari gading, perak, kayu eboni, cangkang kura-kura yang dipernis dengan zaitun dan kenari, hingga manik-manik dan jahitan.
Dari perbingkaian ini muncullah seniman macam Grinling Gibbons (1642 - 1721) dengan bingkai berpahatnya. Juga perancang Inggris, Robert dan James Adams, yang membentangkan perapian untuk membuat efek tertentu pada cermin. Rancangan bingkai juga terus berkembang, tak harus selalu digantung di dinding, bisa dibuatkan kaki supaya berdiri. Pembuatan cermin dalam jumlah banyak dan bentuk yang lebih kecil menjadikannya kian murah hingga terjangkau kantung orang kebanyakan.
Sementara para bangsawan dan rakyat jelata memperlakukan cermin sebagai hiasan ruang atau untuk membantu mematut diri, sejumlah ilmuwan seperti Roger Bacon (1220 - 1292) dan Isaac Newton pada 1668 lebih menyoroti kemampuannya mengumpulkan sinar. Bersama lensa, cermin dimanfaatkan dalam penyempurnaan pembuatan teropong. Di masa perang atau penjelajahan alam, cermin juga bisa dimanfaatkan sebagai kode rahasia atau 'bahasa' berkat pantulan sinar mentari yang jatuh di permukaannya. Ketika cermin digerak-gerakkan, pantulan sinarnya bisa dilihat dari kejauhan.
Kimia pelapis kaca pun berkembang. Justus von Liebig pada 1835 menemukan lapisan perak logam yang dirayakan sebagai teknik modern dalam pembuatan cermin. Pada masa sekarang, cermin umumnya dibuat dengan memerciki lapisan tipis aluminium atau perak cair ke satu sisi kaca. Ada banyak teknik pembuatannya, tapi banyak yang yakin bahwa cermin yang sempurna masih tetap cermin yang terbuat dari endapan timah dengan teknik semprot.
Nah, sudah bercerminkah Anda hari ini?
0 komentar:
Post a Comment
Coment dengan bahasa yang baik dan sopan yah, jangan lupa kirimkan kritik dan saran-nya, terima kasih...
**Salam Blogger**