NUSA TENGGARA TIMUR -Di Pulau Sumba kita masih dengan mudah menemukan desa - desa adat tradisional. Para penduduk desa itu hidup dalam satu wilayah yang terdiri dari beberapa rumah kayu yang beratapkan alang - alang. Menjadi petani dan peternak adalah mata pencaharian utama mereka. Hidup dengan kesederhanaan dan menjaga tradisi masih dipegang teguh oleh penduduk desa tersebut.
Selama dalam perjalanan kami (17-23/10/2010) di pulau itu. Ada beberapa hal yang bisa saya catat untuk saya bagikan kepada anda semua. Beberapa hal itu berkaitan dengan pola dan penataan perkampungan. Kampung - kampung tradisional umumnya memiliki batu - batu besar yang tersusun untuk dijadikan pembatas wilayah antara kampung dengan diluar kampung. Ada dua gerbang yang dalam suatu kampung, yang digunakan sebagai pintu masuk dan pintu keluar. Di area tengah perkampungan terdapat beberapa kuburan batu para leluhur mereka yang sudah meninggal. Dan ada satu wilayah terbuka yang terdapat batu besar untuk dijadikan tempat menaruh sesembahan ketika upacara - upacara adat dilakukan. Dalam wilayah ini terbuka ini, orang luar tidak boleh memasuki area, harus berjalan di luar pembatas area itu.
Pola pembangunan linier begitu tercermin di kampung - kampung adat Sumba. Pembangunan kampung mengikuti struktur dan kontur dari lahan yang mereka tempati. Masyarakat kampung yang pada umumnya bermata pencaharian sebagai petani dan beternak, mereka akan bekerja di areal persawahan atau sabana yang terletak di bawah kampung tersebut.
Ciri khas dari perkampungan tradisional di Sumba, perkampungan dibangun diatas puncak - puncak bukit ataupun di wilayah yang tinggi dari sekitar. Hal ini disebabkan karena faktor untuk menjaga keamanan kampung tersebut. Pada jaman dahulu, perang antar suku masih sering terjadi yang diakibatkan dari perebutan kekuasaan antar suku - suku tersebut. Dan pembangunan kampung di perbukitan berfungsi sebagai benteng pertahanan. Karena perkampungan diatas bukit dapat dengan sigap menghalau musuh dari bawah bukit, dan musuh akan sedikit kesulitan untuk merebut kampung itu.
Pembangunan kampung di puncak bukit sebagai faktor pertahanan, juga memiliki faktor lain. Karena masyarakat kampung tradisional yang kebanyakan masih menganut agama Marapu, mereka menganggap pembangunan kampung di tempat yang tinggi itu mendekatkan dengan dewa. Konsepsi bahwa semakin tinggi tempat tinggal, semakin dekat jaraknya untuk berbicara dengan para dewa. Hal itu seperti dengan konsep reliji kehidupan manusia di jaman megalitik.
0 komentar:
Post a Comment
Coment dengan bahasa yang baik dan sopan yah, jangan lupa kirimkan kritik dan saran-nya, terima kasih...
**Salam Blogger**