Wednesday, February 23, 2011

Karya Maestro di Museum Le Mayeur


Detail Berita
(foto: free2all-leonardo.blogspot)
MEMANDANGI lukisan indah memang momen yang indah dan menyenangkan bagi sebagian orang. Kini, Anda bisa puas memandangi lukisan karya para maestro di Museum Le Mayeur.

Museum ini terletak di tepi pantai Sanur. Berupa sebuah bangunan dengan arsitektur Bali yang menampung kurang lebih 88 buah lukisan yang dibagi menjadi lima jenis koleksi berdasarkan media yang dipakai, yaitu Bagor (22 lukisan), Hard Boeard (25 lukisan), Trilek (6 lukisan), Kertas (7 lukisan) dan Kanvas (28 lukisan).

Sebagian besar tema lukisannya adalah wanita Bali dengan bertelanjang dada. Bahkan ada yang menyebut bahwa Le Mayeur adalah Gaugin-nya Indonesia.

Tak semua lukisan yang dipamerkan merupakan hasil karyanya selama sang pelukisnya tinggal di Bali, beberapa bahkan merupakan lukisan impresionis Le Mayeur setelah melakukan perjalanan dari Eropa, Afrika, India, Italia dan Perancis sebelum tiba di Bali. Tengok saja beberapa di  antara-nya “Canal of Gindecca”, “Early Morning in the Harbour of Marseille”, “Istambul (Turkey)”, “Jaipur, India”. Dua lukisan terakhir dibuat tahun 1929.

Museum yang dinamakan sesuai dengan nama pelukisnya Adrien Jean Le Mayeur de Merpres (1880-1958) adalah pria berkebangsaan Belgia yang konon juga merupakan keturunan keluarga bangsawan. Le Mayeur menginjakkan kaki di Bali pada tahun 1932 di usia-nya yang ke 52. Rencana awalnya adalah tinggal di Bali selama 8 bulan saja sekedar untuk menggali ide dan insipirasi dalam berkarya. Le Mayeur bertemu dengan seorang gadis Bali belia bernama Ni Pollok, penari Legong yang berasal dari Desa Kelandis yang kala itu masih berusia 17 tahun (beberapa cerita bahkan menyebutkan usia Ni Pollok adalah 15 tahun waktu mereka bertemu).

Setelah menjadi model lukisannya selama kurang lebih 2 tahun mereka akhirnya menikah dan Le Mayeur memutuskan untuk membangun tempat tinggal di tepi pantai Sanur yang waktu itu masih merupakan desa nelayan yang sunyi. Ni Pollok-pun diajarinya membaca dan menulis dan ditempa menjadi wanita Bali yang mandiri. Rencana awal untuk tinggal selama 8 bulan saja akhirnya menjadi 26 tahun.

Anda bisa melihat banyak lukisan yang menjadikan Ni Polok sebagai model tunggalnya, sebut saja “Pollok” yang dibuat tahun 1957 diatas kanvas 75x90cm, warnanya sangat indah dan berani. Lain lagi adalah “Di sekitar rumah Pollok” (1957, kanvas 75x90cm) atau “Memetik Bunga untuk sembahyang / Picking flowers” (1957, 100x120cm). Konon beberapa cerita menyebutkan selama menjadi modelnya Ni Pollok harus rela berjemur selama berjam-jam dalam kondisi cuaca yang panas tanpa boleh menggerakkan anggota tubuhnya apalagi mengeluh, padahal beberapa lukisannya dilakukan dalam keadaan bertelanjang dada. Tidak semua lukisan dibuat dengan cat minyak, ada pula yang dibuat dengan cat air dan pensil pada kanvas dan tikar jerami yang halus. Mungkin pelukisnya ingin menunjukkan masa-masa dimana kanvas juga sulit untuk diperoleh, terutama pada saat pendudukan Jepang.

Hasil lukisan yang menggunakan Ni Pollok sebagai modelnya sempat dipamerkan di Singapura dan menuai
(uky)
 
Okezone

0 komentar:

Post a Comment

Coment dengan bahasa yang baik dan sopan yah, jangan lupa kirimkan kritik dan saran-nya, terima kasih...

**Salam Blogger**

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | JCpenney Printable Coupons